Minggu, 10 Mei 2009
Senin, 23 Februari 2009
TATA SURYA
Tata surya
Tata surya (solar system) terdiri dari sebuah bintang yang disebut matahari dan semua objek yang yang mengelilinginya. Objek-objek tersebut termasuk delapan buah planet yang sudah diketahui dengan orbit berbentuk elips, meteor, asteroid, komet, planet-planet kerdil/katai, dan satelit-satelit alami.
Tata surya dipercaya terbentuk semenjak 4,6 milyar tahun yang lalu dan merupakan hasil penggumpalan gas dan debu di angkasa yang membentuk matahari dan kemudian planet-planet yang mengelilinginya.
Sejarah penemuan
Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan pada lima abad lalu membawa manusia untuk memahami benda-benda langit terbebas dari selubung mitologi. Galileo Galilei (1564-1642) dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata manusia "lebih tajam" dalam mengamati benda langit yang tidak bisa diamati melalui mata telanjang.
Karena teleskop Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa melihat berbagai perubahan bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau Venus Purnama sebagai akibat perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Penalaran Venus mengitari Matahari makin memperkuat teori heliosentris, yaitu bahwa matahari adalah pusat alam semesta, bukan Bumi, yang digagas oleh Nicolaus Copernicus (1473-1543) sebelumnya. Susunan heliosentris adalah Matahari dikelilingi oleh Merkurius hingga Saturnus.
Teleskop Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain seperti Christian Huygens (1629-1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus, yang berada hampir 2 kali jarak orbit Bumi-Yupiter.
Perkembangan teleskop juga diimbangi pula dengan perkembangan perhitungan gerak benda-benda langit dan hubungan satu dengan yang lain melalui Johannes Kepler (1571-1630) dengan Hukum Kepler. Dan puncaknya, Sir Isaac Newton (1642-1727) dengan hukum gravitasi. Dengan dua teori perhitungan inilah yang memungkinkan pencarian dan perhitungan benda-benda langit selanjutnya
Pada 1781, William Hechell (1738-1782) menemukan Uranus. Perhitungan cermat orbit Uranus menyimpulkan bahwa planet ini ada yang mengganggu. Neptunus ditemukan pada Agustus 1846. Penemuan Neptunus ternyata tidak cukup menjelaskan gangguan orbit Uranus. Pluto kemudian ditemukan pada 1930.
Pada saat Pluto ditemukan, ia hanya diketahui sebagai satu-satunya objek angkasa yang berada setelah Neptunus. Kemudian pada 1978, Charon, satelit yang mengelilingi Pluto ditemukan, sebelumnya sempat dikira sebagai planet yang sebenarnya karena ukurannya tidak berbeda jauh dengan Pluto.
Para astronom kemudian menemukan sekitar 1.000 objek kecil lain di belakang Neptunus (disebut objek trans-Neptunus) yang juga mengelilingi Matahari. Di sana mungkin ada sekitar 100.000 objek serupa yang dikenal sebagai objek Sabuk Kuiper (Sabuk Kuiper adalah bagian dari objek-objek trans-Neptunus). Belasan benda langit termasuk dalam Obyek Sabuk Kuiper di antaranya Quaoar (1.250 km pada Juni 2002), Huya (750 km pada Maret 2000), Sedna (1.800 km pada Maret 2004), Orcus, Vesta, Pallas, Hygiea, Varuna, dan 2003 EL61 (1.500 km pada Mei 2004).
Penemuan 2003 EL61 cukup menghebohkan karena Obyek Sabuk Kuiper ini diketahui juga memiliki satelit pada Januari 2005 meskipun berukuran lebih kecil dari Pluto. Dan puncaknya adalah penemuan UB 313 (2.700 km pada Oktober 2003) yang diberi nama oleh penemunya Xena. Selain lebih besar dari Pluto, obyek ini juga memiliki satelit.
Jarak planet
Daftar planet dan jarak rata-rata planet dengan matahari dalam tata surya adalah seperti berikut:
Jark dari matahari
|
planet
|
57,9 juta kilometer
|
ke Merkurius
|
108,2 juta kilometer
|
ke Venus
|
149,6 juta kilometer
|
ke Bumi
|
227,9 juta kilometer
|
ke Mars
|
778,3 juta kilometer
|
ke Jupiter
|
1.427,0 juta kilometer
|
ke Saturnus
|
2.871,0 juta kilometer
|
ke Uranus
|
4.497,0 juta kilometer
|
ke Neptunus
|
Terdapat juga lingkaran asteroid yang kebanyakan mengelilingi matahari di antara orbit Mars dan Jupiter.
Karena rotasinya terhadap sumbu masing-masing, garis khatulistiwa menjadi lingkar terpanjang yang terdapat di setiap planet dan bintang.
Minggu, 15 Februari 2009
SMPN 1 PADANG
Seorang remaja wanita tanggung berpakaian putih biru tampak seksama memperhatikan coretan kasar yang dipahat di atas marmer pada dinding SMPN 1 Padang, Jalan Sudirman. Sesekali tangannya tampak mengelus pahatan bertahun 1996, keberadaannya tertutup pot bunga yang tumbuh tinggi.
Perlahan, mulutnya mulai mengeja dan melafaskan setiap kata yang tergores di atas marmer putih. “Di gedung ini pernah bersekolah beberapa tokoh nasional, antara lain Dr H M.Hatta” begitulah sederet tulisan yang sempat terbaca oleh siswa yang baru menduduki bangku kelas satu SMP itu. Anak lelaki itu hanya mengangguk, lalu berlalu pergi memasuki pelataran sekolah berpagar rumpun bambu. Dia tak tertarik dengan tulisan penuh sejarah tersebut.
Padahal dari tulisan itu kalau SMPN 1 bukan sekolah sembarangan. Bangunan berarsitekstur kuno dan mempunyai 20 ruangan tersebut tersimpan catatan panjang perjalanan mantan Prasiden Indonesia pertama, Dr H Moh Hatta dalam menuntut ilmu. Sejak bersekolah di sanalah Hatta aktif bergerak di bidang organisasi, antara lain sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond cabang Padang.
Jika menyelam ke masa lampau, SMPN itu dulunya adalah tempat Bung Hatta menuntut ilmu (1916-1919). Tiga tahun sudah Hatta ditempa berbagai pembelajaran di sana. Awalnya, Hatta yang lahir dari keluarga ulama Minang, mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Melayu, Bukittinggi, dan kemudian pada tahun 1913-1916 melanjutkan studinya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang (belakang tangsi).
Saat usia 13 tahun, sebenarnya beliau telah lulus ujian masuk ke HBS (setingkat SMA) di Batavia (kini Jakarta), namun ayahnya H. M Jamil menginginkan Hatta agar tetap di Padang dahulu, mengingat usianya yang masih muda. Akhirnya jadilah Bung Hatta melanjutkan studi ke Meer Uirgebreid Lagere School (MULO) yng sekarang dikenal dengan nama SMPN 1 Kota Padang. Nama bangunan itupun sudah beberapa kali bertukar, pada masa diduduki jepang sekolah bertaraf Internasional itu bernama Tyu-Gakku.
Ruangan paling ujung di sebelah kiri, disitulah tempat Hatta menuntut ilmu. Bangunan berwarna luar kuning itu berlantai keramik coklat yang di impor dari belanda. Walaupun sudah berusia sekitar satu abad, namun keramik tersebut tampak masih mengkilap, apalagi jika dibersihkan pakai minyak tanah. Sedangkan ruangan dalam, di-cat biru yang dipadukan dengan putih, khas warna sekolah lanjutan pertama.
Mempunyai dua jendela besar berukiran, ruangan itu terasa sangat adem, siklus angin yang mengalir sepoi-sepoi dari jendela membuat konsentrasi belajar semakin menggebu. ruangannya tak terlalu lebar, hanya sekitar 7x8 meter. Jarak lantai dan dinding sekitar 6 meter. Dua lampu pijar tampak mengantung pada besi yang menjulur dari atas loteng kayu berwarna coklat.
Sebuah papan tulis berwarna hitam yang terpampang di depan kelas tampak kontras dengan warna biru dinding ruangan yang sekarang dijadikan kelas 9A (kelas tiga). Itulah ruangan Hatta menuntut ilmu, bangunan sederhana yang tetap dilestariakan keasliannya sebagai bangunan cagar budaya Kota padang, sesuai dengan Undang-undang nomor 5 tahun 1992 serta ketetapan Walikota Padang nomor 3 tahun 1998.
Menurut keterangan Kepala Sekolah SMPN 1, Drs Ahmad Nurben yang mendapat cerita kalau waktu sekolah di MULO, Hatta selalu memilih duduk paling pojok sebelah kiri paling belakang. Itu semua karena dia merasa lebih menyerap pelajaran kalau duduk paling belakang. “Menurut orang-orang, dulunya Hatta memilih duduk di belakang, paling pojok sebelah kanan,”ulas sang Kepsek.
Selanjutnya, Ahmad Nurben mengungkapkan, walaupun SMPN 1 sudah termasuk bangunan uzur namun dindingnya sangat kokoh. Bahkan ketika gempa, getaran yang dihasilkan tak mampu meretakkan bangunan. “Bangunan ini memang sudah sangat tua, namun masih kokoh, ketika gempa menghoyak dan bangunan lain banyak yang roboh, SMPN 1 tetap tegak,”terang Ahmad Nurben.
Hatta sendiri, setelah tamat dari MULO, akhirnya pada tahun 1919 beliau pergi ke Batavia untuk studi di HBS. Beliau menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik, dan pada tahun 1921, Bung Hatta pergi ke Rotterdam, Belanda untuk belajar ilmu perdagangan/bisnis di Nederland Handelshogeschool (bahasa inggris: Rotterdam School of Commerce, kini menjadi Erasmus Universiteit). Di Belanda, ia kemudian tinggal selama 11 tahun sebelum pulang ke Indonesia untuk ikut berjuang memerdekakan bangsa ini.
Padahal dari tulisan itu kalau SMPN 1 bukan sekolah sembarangan. Bangunan berarsitekstur kuno dan mempunyai 20 ruangan tersebut tersimpan catatan panjang perjalanan mantan Prasiden Indonesia pertama, Dr H Moh Hatta dalam menuntut ilmu. Sejak bersekolah di sanalah Hatta aktif bergerak di bidang organisasi, antara lain sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond cabang Padang.
Jika menyelam ke masa lampau, SMPN itu dulunya adalah tempat Bung Hatta menuntut ilmu (1916-1919). Tiga tahun sudah Hatta ditempa berbagai pembelajaran di sana. Awalnya, Hatta yang lahir dari keluarga ulama Minang, mengenyam pendidikan dasar di Sekolah Melayu, Bukittinggi, dan kemudian pada tahun 1913-1916 melanjutkan studinya ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang (belakang tangsi).
Saat usia 13 tahun, sebenarnya beliau telah lulus ujian masuk ke HBS (setingkat SMA) di Batavia (kini Jakarta), namun ayahnya H. M Jamil menginginkan Hatta agar tetap di Padang dahulu, mengingat usianya yang masih muda. Akhirnya jadilah Bung Hatta melanjutkan studi ke Meer Uirgebreid Lagere School (MULO) yng sekarang dikenal dengan nama SMPN 1 Kota Padang. Nama bangunan itupun sudah beberapa kali bertukar, pada masa diduduki jepang sekolah bertaraf Internasional itu bernama Tyu-Gakku.
Ruangan paling ujung di sebelah kiri, disitulah tempat Hatta menuntut ilmu. Bangunan berwarna luar kuning itu berlantai keramik coklat yang di impor dari belanda. Walaupun sudah berusia sekitar satu abad, namun keramik tersebut tampak masih mengkilap, apalagi jika dibersihkan pakai minyak tanah. Sedangkan ruangan dalam, di-cat biru yang dipadukan dengan putih, khas warna sekolah lanjutan pertama.
Mempunyai dua jendela besar berukiran, ruangan itu terasa sangat adem, siklus angin yang mengalir sepoi-sepoi dari jendela membuat konsentrasi belajar semakin menggebu. ruangannya tak terlalu lebar, hanya sekitar 7x8 meter. Jarak lantai dan dinding sekitar 6 meter. Dua lampu pijar tampak mengantung pada besi yang menjulur dari atas loteng kayu berwarna coklat.
Sebuah papan tulis berwarna hitam yang terpampang di depan kelas tampak kontras dengan warna biru dinding ruangan yang sekarang dijadikan kelas 9A (kelas tiga). Itulah ruangan Hatta menuntut ilmu, bangunan sederhana yang tetap dilestariakan keasliannya sebagai bangunan cagar budaya Kota padang, sesuai dengan Undang-undang nomor 5 tahun 1992 serta ketetapan Walikota Padang nomor 3 tahun 1998.
Menurut keterangan Kepala Sekolah SMPN 1, Drs Ahmad Nurben yang mendapat cerita kalau waktu sekolah di MULO, Hatta selalu memilih duduk paling pojok sebelah kiri paling belakang. Itu semua karena dia merasa lebih menyerap pelajaran kalau duduk paling belakang. “Menurut orang-orang, dulunya Hatta memilih duduk di belakang, paling pojok sebelah kanan,”ulas sang Kepsek.
Selanjutnya, Ahmad Nurben mengungkapkan, walaupun SMPN 1 sudah termasuk bangunan uzur namun dindingnya sangat kokoh. Bahkan ketika gempa, getaran yang dihasilkan tak mampu meretakkan bangunan. “Bangunan ini memang sudah sangat tua, namun masih kokoh, ketika gempa menghoyak dan bangunan lain banyak yang roboh, SMPN 1 tetap tegak,”terang Ahmad Nurben.
Hatta sendiri, setelah tamat dari MULO, akhirnya pada tahun 1919 beliau pergi ke Batavia untuk studi di HBS. Beliau menyelesaikan studinya dengan hasil sangat baik, dan pada tahun 1921, Bung Hatta pergi ke Rotterdam, Belanda untuk belajar ilmu perdagangan/bisnis di Nederland Handelshogeschool (bahasa inggris: Rotterdam School of Commerce, kini menjadi Erasmus Universiteit). Di Belanda, ia kemudian tinggal selama 11 tahun sebelum pulang ke Indonesia untuk ikut berjuang memerdekakan bangsa ini.
TUT WURI HANDAYANI
Tut Wuri Handayani
Judul di atas adalah penggalan dari kalimat panjang yang terkenal dari Ki Hajar Dewantoro, pendiri Taman Siswa, bapak pendidikan kita, yang baris terakhirnya juga menjadi bagian dari logo Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia : Ing Ngarso Sun Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Maknanya lebih kurang : di depan memberi teladan, ditengah membimbing (memotivasi, memberi semangat, menciptakan situasi kondusif) dan dibelakang mendorong (dukungan moral).
Kalimat itu menjadi rujukan saat bicara tentang konsep kepemimpinan yang baik, memberi tuntunan bagaimana seharusnya seorang pemimpin atau seorang guru (yang digugu dan ditiru) bertindak.
Ketiga kalimat itu berulang-ulang ditulis, dibahas, diingat kemudian dilupakan. As usual, idelisnya kita sampai di mulut saja. Begitu turun ke perut yang serba idealis tadi akan menguap ke atas dan masuk kembali ke kepala dalam sebentuk angan-angan tentang suatu hal yang ideal. Keluar lagi lewat mulut, begitu turun ke perut menguap lagi, dan seterusnya, dan seterusnya. (Do you catch me?)
Kalimat itu begitu sering diucapkan, dibaca, dibahas sampai si pendengar atau si pembaca lupa untuk memahami, belum sampai taraf menghayati, apalagi mengamalkan. Untuk sampai ke tahap paham saja sulit. Sebab umumnya begitu tahu, sudah puas. Berhenti, dan mengira dirinya sudah hebat.
Ing Ngarso Sun Tuladha
Di depan memberi teladan. Duh susahnya menjadi teladan. Menjadi teladan itu artinya si pemberi teladan harus senantiasa sadar, aware terhadap pikiran, perkataan dan tindakannya. Melakukan segala sesuatu secara benar. Memberi contoh yang baik. Itu sulit. Alamiahnya manusia itu selalu mondar-mandir di dua kutub. Mana bisa menjadi baik terus. Seharusnya juga tidak buruk terus.
Menyeimbangkan dua kutub itu adalah perjuangan seumur hidup. Lalu kalau untuk seimbang saja harus berjuang seumur hidup, sewaktu-waktu bisa tergelincir jatuh, bagaimana memberi teladan? Ya dengan menunjukkan usaha yang sungguh-sungguh untuk tetap seimbang itu tadi. Saat kita senantiasa sadar dan berusaha menyeimbangkan diri, tidak perlu repot-repot memikirkan apa teladan yang baik, sebenarnya kita sudah memberi teladan.
Ing Madya Mangun Karsa
Di tengah memotivasi, menggugah semangat, kemauan dan niat. Ini juga sulit. Bagaimana membuat situasi yang kondusif untuk orang lain agar bisa berkembang, menggugah semangat untuk terus meraih kemajuan itu sulit. Apalagi kita dihadapkan pada masalah internal diri kita sendiri dan masalah eksternal dengan lingkungan kita. Tidak bisa? Oh bisa. Yang diperlukan hanya niat baik untuk melakukannya. Asal paham lakonnya hidup, baris yang inipun pasti akan dilakukan orang-orang dengan senang hati. (Bagaimana lakonnya hidup? berdiamlah --maka kau akan tahu!).
Tut Wuri Handayani
Di belakang memberi dorongan moral. Nah ini dia. Katanya seorang pemimpin atau guru atau orang yang lebih pandai, lebih tahu-- saat membimbing orang lainnya harus bersikap sebagai among (ini bahasa Jawa, bukan Inggris!). Pengemong. Pengasuh. Jadi yang menjadi fokus adalah yang diasuh. Karena itu saat yang di asuh merasa lemah, merasa tidak mampu, pengemong akan maju memberi dorongan semangat, dukungan moral. Dengan kata-kata, dengan sikap perbuatan. Dengan hati yang penuh cinta. (iya penuh cinta, karena tanpa yang satu ini, tidak akan pernah bisa ada tindakan tut wuri handayani).
Jadi kesimpulannya apa yang coba disampaikan KH Dewantoro itu adalah : sadarlah pada pikiran, perkataan dan tindakan kita, pahami hidup dan kembangkan cinta kasih. Inilah pemahaman saya tentang Ing Ngarsa Sun tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
Tetapi, masih ada tetapi. Saya bukan penutur asli bahasa Jawa. Saya tidak dibesarkan dalam tradisi Jawa. Saya tidak tinggal cukup lama di pulau Jawa. Jadi, bisa jadi pemahaman saya tentang kalimat KH Dewantoro ini mengalami distorsi makna karena ketidaktahuan saya. Karena dari pengalaman saya, setiap kata bahkan huruf, dalam bahasa Jawa selalu punya makna. Tidak ada kata yang sia-sia. Seperti halnya hidup, tidak ada hidup yang sia-sia. Tidak ada kejadian yang sia-sia. Semua bermakna. Pandaikah kita merangkai makna dan mengambil pelajaran darinya?
Kalimat itu menjadi rujukan saat bicara tentang konsep kepemimpinan yang baik, memberi tuntunan bagaimana seharusnya seorang pemimpin atau seorang guru (yang digugu dan ditiru) bertindak.
Ketiga kalimat itu berulang-ulang ditulis, dibahas, diingat kemudian dilupakan. As usual, idelisnya kita sampai di mulut saja. Begitu turun ke perut yang serba idealis tadi akan menguap ke atas dan masuk kembali ke kepala dalam sebentuk angan-angan tentang suatu hal yang ideal. Keluar lagi lewat mulut, begitu turun ke perut menguap lagi, dan seterusnya, dan seterusnya. (Do you catch me?)
Kalimat itu begitu sering diucapkan, dibaca, dibahas sampai si pendengar atau si pembaca lupa untuk memahami, belum sampai taraf menghayati, apalagi mengamalkan. Untuk sampai ke tahap paham saja sulit. Sebab umumnya begitu tahu, sudah puas. Berhenti, dan mengira dirinya sudah hebat.
Ing Ngarso Sun Tuladha
Di depan memberi teladan. Duh susahnya menjadi teladan. Menjadi teladan itu artinya si pemberi teladan harus senantiasa sadar, aware terhadap pikiran, perkataan dan tindakannya. Melakukan segala sesuatu secara benar. Memberi contoh yang baik. Itu sulit. Alamiahnya manusia itu selalu mondar-mandir di dua kutub. Mana bisa menjadi baik terus. Seharusnya juga tidak buruk terus.
Menyeimbangkan dua kutub itu adalah perjuangan seumur hidup. Lalu kalau untuk seimbang saja harus berjuang seumur hidup, sewaktu-waktu bisa tergelincir jatuh, bagaimana memberi teladan? Ya dengan menunjukkan usaha yang sungguh-sungguh untuk tetap seimbang itu tadi. Saat kita senantiasa sadar dan berusaha menyeimbangkan diri, tidak perlu repot-repot memikirkan apa teladan yang baik, sebenarnya kita sudah memberi teladan.
Ing Madya Mangun Karsa
Di tengah memotivasi, menggugah semangat, kemauan dan niat. Ini juga sulit. Bagaimana membuat situasi yang kondusif untuk orang lain agar bisa berkembang, menggugah semangat untuk terus meraih kemajuan itu sulit. Apalagi kita dihadapkan pada masalah internal diri kita sendiri dan masalah eksternal dengan lingkungan kita. Tidak bisa? Oh bisa. Yang diperlukan hanya niat baik untuk melakukannya. Asal paham lakonnya hidup, baris yang inipun pasti akan dilakukan orang-orang dengan senang hati. (Bagaimana lakonnya hidup? berdiamlah --maka kau akan tahu!).
Tut Wuri Handayani
Di belakang memberi dorongan moral. Nah ini dia. Katanya seorang pemimpin atau guru atau orang yang lebih pandai, lebih tahu-- saat membimbing orang lainnya harus bersikap sebagai among (ini bahasa Jawa, bukan Inggris!). Pengemong. Pengasuh. Jadi yang menjadi fokus adalah yang diasuh. Karena itu saat yang di asuh merasa lemah, merasa tidak mampu, pengemong akan maju memberi dorongan semangat, dukungan moral. Dengan kata-kata, dengan sikap perbuatan. Dengan hati yang penuh cinta. (iya penuh cinta, karena tanpa yang satu ini, tidak akan pernah bisa ada tindakan tut wuri handayani).
Jadi kesimpulannya apa yang coba disampaikan KH Dewantoro itu adalah : sadarlah pada pikiran, perkataan dan tindakan kita, pahami hidup dan kembangkan cinta kasih. Inilah pemahaman saya tentang Ing Ngarsa Sun tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
Tetapi, masih ada tetapi. Saya bukan penutur asli bahasa Jawa. Saya tidak dibesarkan dalam tradisi Jawa. Saya tidak tinggal cukup lama di pulau Jawa. Jadi, bisa jadi pemahaman saya tentang kalimat KH Dewantoro ini mengalami distorsi makna karena ketidaktahuan saya. Karena dari pengalaman saya, setiap kata bahkan huruf, dalam bahasa Jawa selalu punya makna. Tidak ada kata yang sia-sia. Seperti halnya hidup, tidak ada hidup yang sia-sia. Tidak ada kejadian yang sia-sia. Semua bermakna. Pandaikah kita merangkai makna dan mengambil pelajaran darinya?
Senin, 02 Februari 2009
BIO SMP
Hay guys, ini bio aku waktu SMP,,,
Namaku:Rifani Fauzia Wilton
Aku ntu sering d panggil: Fani,,,,,,
AQ lhir di:Kota padank tacinto
Tnggal lahir Q:30 November 1995
Lahir Q: di Bidan Afrida Hanum
Alamt Q: Komp ITP blok D/10, Gurun Laweh.
Aku cekarang du2k d kls Intrnasional B d SMPN 1 Padang
Di Spensa sich aq gg begitu trkenal, namun,,, aq cukup trknal di klas
Aq di percaya u/ mnjadi pengurus prpustakaan klas,,,
Dan aq jga ada prestasi lainnya loh,,,,,
Contohnya ,( aq dpet piala lomba Baca UUD se SMP di kota padank,,trussss aq dpet piala lomba bermain catur),, Sebenernya aq pling gg cuka ama yang namanya catur, tpi kok bisa yakz????Mugkin dach takdir kali,,,
Aku tu pling cuka ama prmainan bulu tangkis,,Nyanyi,,basket,,sepak bola,,maen intrnet,,ngusilin org,,N banyak dech,,N satu lagi maen CS breng tmend2 di school hehe,,,,,
uugh,,,
Cita2 Q dari SD sampe masuk SMP ntu ingin jdi Osis,
Klo cita2 Q sejak dari bayi hingga sekrang,,ingin jdi dokter,,Pengusaha,,Guru, sebenernya mcih banyak lgi cita2 Q tu,, tpi mw gmna lgi, ntar gg tercapai lgih
Idola Q dari kecil smpe Ckarg ntu Gita Gutawa
Apalagi suaranya, oh mai gosh,,,Bagus buanget,,,,merdu lgi,,
N favorit lainnya ntu Rossa,,Melly,,Peterpan,,Ungu,
Soalnya d lagu mreka banyak kenangannya,, Oh so sweet,,,
Aq pling suka lagu Gita yang (Kembang perawan,,Bukan Permainan,,Sempurna,,Aq cinta dia,,Doo be Doo,,Your love) Pokokna buanyak lagi,
Klo ingin tau tentang aq hubungi sja aQ di:
FS: fauzia_rifani@yahoo.com
FB: rifani_fauzia@yahoo.com
e-mail: rifani_fauzia@yahoo.com
Website: http//www.rifanifauziawilton.blogspot.com
BEY THE ALL,,,
MMMuach,,,
Langganan:
Postingan (Atom)